Kapan Sumsel bisa nikmati hasil migas?
Provinsi Sumatra Selatan memiliki sumber daya berlimpah, terutama di sektor minyak dan gas. Namun, dana bagi hasil dari pemerintah pusat kepada Sumsel hanya sekitar 15% yang akan dibagikan kembali ke kabupaten penghasil, seperti Musi Rawas, Muaranim, Prabumulih, Musi Banyuasin, dan Musi Banyuasin. Artinya, dana yang 'dinikmati' oleh pusat mencapai 85%.Sumsel sebagai salah satu provinsi terkaya nomor lima di Tanah Air dan dikenal sebagai daerah lumbung energi nasional belum mampu menyejahterakan warga.
Untuk daerah penghasil migas sekelas Sumsel anggaran pendapatan dan belanja daerah senilai Rp3,2 triliun tergolong sangat minim.
Sumsel dikenal sebagai daerah penghasil migas yang cukup potensial sejak berdirinya kilang minyak di Plaju oleh Shell pada 1907. Itulah awal dimulainya kegiatan eksplorasi dan produksi migas oleh Shell, Stanvac, dan Caltex.
Sayangnya, kini sekitar 3.000 sumur bor terbengkalai, padahal masih berpontensi menghasilkan minyak. Jika sumur tua dimanfaatkan lagi, sudah barang tentu sangat bernilai ekonomis. Sumur tua tersebut diyakini dapat mendukung, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menopang pembangunan Sumsel pada masa mendatang.
Djoni Bustam, Dewan Pakar Masyarakat Minyak, Gas dan Energi (MMGE) Sumsel, mengungkapkan sumur-sumur tua peninggalan eksplorasi perusahaan asing jika diolah kembali masih dapat menyejahterakan masyarakat.
"Jika itu dapat dilakukan pada tahun ini, tentu perekonomian masyarakat lebih baik lagi dari tahun lalu,"ujarnya.
Namun, BP Migas belum memberikan ruang yang longgar untuk mengelola sumur tua oleh perusahaan daerah ataupun BUMD.
Bambang Heriyanto, Ketua bidang Hukum MMGE, dalam catatan akhir 2009 sektor migas belum menunjukkan kontribusinya bagi masyarakat. Hal itu tidak sebanding dengan potensi yang ada.
Oleh karena itu, tuntutan daerah mengenai bagi hasil migas sangat wajar. Apalagi, dalam Pasal 19 Ayat 2b dan Pasal 20 Ayat 3 UU No.30/2007 tentang Energi sangat memungkinkan daerah berperan lebih besar dalam memperdayakan sumber migas untuk perusahaan daerah dan tenaga lokal.
"Ini semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat Sumsel, sehingga ekonomi masyarakat lebih baik lagi," tegasnya.
Terlebih, jika Sumsel memiliki perusahaan seperti perusahaan minyak milik Riau atau Pertamina- Pertamina kecil di Sumsel.
Siap kelola sendiri
Perusahaan di daerah dan BUMD Sumsel dinilai sudah siap mengelola migas sendiri. Sejumlah blok migas yang akan berakhir masa kontraknya sudah saatnya diberikan kembali kepada pemerintah daerah. Dia mencontohkan blok milik El Nusa yang akan berakhir pada 2010 dan Blok milik Medco yang akan berakhir pada 2013.
Pengelolaan blok yang telah habis bukan sesuatu hal mustahil. Masyarakat Sumsel dinilai mampu jika memang diberikan wewenang. Apalagi, jika untuk menyejahterakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat Sumsel.
"Saat ini masyarakat Sumsel banyak yang sudah mampu untuk mengelolanya. Dana dan sumber daya manusia di Sumsel sangat siap."
Ketua Kadin Sumsel Ahmad Rizal mengungkapkan untuk memperdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumsel perusahaan minyak lokal harus menggandeng perusahaan luar dalam pengelolaan migas.
Sementara mengenai pengelolaan sumur tua saja, dia menilai Pertamina masih setengah hati. Padahal, dengan pengelolaan tersebut ada peran kecil perusahaan daerah, serta melibatkan koperasi untuk menjadi mitra perusahaan daerah.
Potensi migas Sumsel baru habis ratusan tahun yang akan datang, seperti gas setidaknya akan habis 40-50 tahun ke depan. Demikian juga dengan cadangan gas yang tersembunyi di bawah batu bara (CBM) yang mencapai 100 triliun kaki kubik. Artinya, hampir separuh cadangan CBM nasional. Tentu saja, hal itu menjadi tantangan bagi semua rakyat Sumsel, terutama ilmuwan, praktisi, dan pengusaha.(redaksi@bisnis.co.id)
Oleh Irwan Wahyudi
Kontributor Bisnis Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar