BANDA ACEH - Terkait pelaksanaan program pembangunan fisik yang bersumber dari APBA baik tahun 2008-2009 termasuk program usulan (force majeure), program Otsus dan Migas diduga terjadi mark-up dalam penetapan angka persentase untuk pencairan anggaran proyek yang dilaksanakan oleh pihak rekanan.
Tindakan terstruktur ini jelas berpotensi terjadinya tindakan pelanggaran hukum berat dan cukup merugikan anggaran Aceh dan sudah saatnya kepala Pemerintahan Aceh menindak tegas para cukong yang menyebabkan data mark-up dan termasuk segera melaporkan ke aparat hukum.
Pjs koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, tadi malam, mengatakan, berdasarkan hasil monitoring mereka terhadap realisasi sejumlah proyek yang bersumber dari dana Otsus dan Migas 2008-2009 pada 23 kabupaten/kota di Aceh, tercatat sebagian besar dokumen untuk progres persentase penarikan keuangan tidak sesuai dengan jumlah persentase atas bukti pembangunan fisik di lapangan.
Dicontohkan, ada proyek-proyek yang sudah di tarik dananya sekitar 100% oleh kontraktor, akan tetapi bukti fisik lapangan baru berjalan 60-70%. "Kasus seperti ini jelas-jelas berpotensi terjadi pelanggaran atas aturan Keppres 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah," katanya.
Temuan sementara dari hasil kroscek lapangan GeRAK Aceh atas bukti dokumen yang berhasil dikumpulkan, kata Askhalani, sama seperti apa yang ditemukan Tim Pansus DPRA, baik pada anggaran yang bersumber dari APBA maupun dari Dana Otsus dan Migas di sejumlah daerah di Aceh.
Menurutnya, tindakan kontras atas perbedaan dari fisik dan realisasi anggaran di lapangan jelas dipicu oleh tidakan sebagaian besar konsultan pengawas proyek serta PPTK yang bertugas sebagai kuasa utama yang melegalkan terjadinya praktek ilegal, akibat lemahnya pengawasan baik secara internal maupun eksternal oleh aparat birokrasi pemerintah Aceh seperti Bawasda dan Bappeda yang meranjang atas strategi pembangunan.
Dijjelaskan, dari data dokumen realisasi anggaran yang berhasil dikumpulkan oleh GeRAK Aceh seperti dalam Daftar Kegiatan APBA 2008 yang dapat diluncurkan ke tahun 2009 dan Daftar Realisasi Fisik dan Keuangan Program/Kegiatan APBA, ditemukan bahwa kasus tertinggi terjadinya potensi adanya dugaan mark-up data realisasi pembangunan fisik untuk mencapai persentase penarikan anggaran supaya terlihat cukup tinggi terjadi di Dinas Pendidikan, Dinas Bina Marga dan Cipta Karya, Dinas Pengairan serta Dinas Pariwisata.
"Kesemua program ini berhubungan erat atas pembangunan fisik baik pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, rumah sekolah, tempat rekreasi serta pembangunan sarana irigasi yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh," ungkapnya.
Disebutkan, aksi tipu menipu yang dilakukan oleh sebagaian besar para PPTK dan Konsultan Pengawas proyek tersebut dilakukan secara berencana dan cukup terstruktur dan bahkan hal yang cukup memalukan adalah tindakan yang dilakukan merupakan salah satu tindakan yang cukup tercela dan memalukan.
Hasil telaah dan kajian atas implimentasi, diketahui orang yang ditipu secara progres dan persentase adalah kepala pemerintahan Aceh, Kepala Dinas dan juga para anggota dewan di parlemen (DPRA).
Karena tindakan yang dilakukan baik oleh PPTK maupun konsultan pengawas proyek telah membuka aib pemerintah sendiri bahwa sangat jelas progres yang dicatat atas implementasi anggaran tahunan tidak sesuai dengan bukti nyata di lapangan dan itu terjadi untuk realisasi APBA 2008 dan APBA 2009 yang diklaim berhasil membelanjakan angka 85%.
Oleh karenanya, GeRAK Aceh mendesak gubernur Aceh untuk dapat segera melaporkan oknum-oknum PPTK dan konsultan pengawas proyek yang bertanggungjawab kepada aparat penegak hukum demi menjaga wibawa Pemerintah Aceh dan juga sebagai bagian dari unsur ketegasan dalam pembangunan di masa depan.
(dat08/waspada)
Sabtu, 16 Januari 2010
mi8gas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar